Home > Economic Issues > BURUH DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

BURUH DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

————————-Catatan Harian———————-
Satu Mei yang biasa dikenal sebagai labor day (hari buruh) berjalan secara aman dan damai di tanah air. Boleh dipastikan stigma negative berupa kekacauan, kekerasan dan destabilitas yang biasanya mengikuti perayaan kaum buruh ini yang dikhawatirkan akan berdampak terhadap stabilitas perekonomian nasional bisa ditepis. Perayaan hari buruh yang boleh dikata berlangsung secara serentak di tanah air sebenarnya harus dimaknai sebagai bentuk hari keprihatinan terhadap kondisi dan nasib buruh yang selama ini belum bisa menikmati kehidupan yang layak di tengah pertumbuhan ekonomi nasional yang semakin membaik.

Kaum buruh memainkan peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi, melalui keringat merekalah sehingga para pengusaha dan perusahaan-perusahaan besar dapat membayar pajak untuk negeri ini. Namun ironisnya, pendapatan mereka masih rendah dan secara sosial masih termarginalkan. Yang lebih memprihatinkan lagi dengan kondisi pendapatan, khususnya di beberapa daerah yang masih di bawah satu juta, sebagian mereka direkrut melalui lembaga outsourcing yang sewaktu-waktu bisa di-PHK tanpa ada pesangon sama sekali. Mereka hanya dijadikan sebagai sapi perah untuk mengejar pertumbuhan ekonomi namun tanpa kepastian jaminan kerja.

Dalam hal jaminan sosial, kehidupan buruh pun masih sangat memperihatinkan. Padahal jaminal sosial merupakan hak setiap warga negara sebagaiman tertulis dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 2. Secara universal jaminan sosial dijamin oleh Pasal 22 dan 25 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia oleh PBB (1948), dimana Indonesia turut andil menandatanganinya. Tahun 2002, terjadi perubahan UUD 1945 pasal 34 ayat 2, yaitu Negara mengembangkan Sistem Jaminann Sosial bagi seluruh rakyatnya… Ini mengindikasinya munculnya komitmen politik untuk menciptakan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat. Sayangnya, jaminan sosial yang selama ini terjadi melalui Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pemberlakuannya hanya terbatas pada sekelopok pegawai negeri dan sebagian pegawai swasta melalui Askes, Jamsostek, Asabri dan Taspen.

Berdasarkan riset International Labor Union (ILO), selama 2-3 tahun akhir ini, lebih dari 60 persen angkatan kerja Indonesia bekerja di sektor Informal, sedangkan sisanya berada di sektor formal. Secara otomatis mereka yang bekerja di sektor formal mendapatkan jaminan perlindungan berupa gaji tetap bulanan, jaminan kesehatan, jaminan hari tua dan jaminan sosial lainnya. Informal yang kebanyan kaum buruh, yang jumlahnya sangat besar itu, tidak mempunyai jaminan sama sekali. Ini merupakan sebuah potret ketidakadilan padahal kontribusi mereka terhadap pertumbuhan ekonomi tidak kalah dibanding mereka yg bekerja di sektor formal, krisis 1997 adalah bukti nyatanya. Disinilah pentingnya paket UU ketanagakerjaan demi memberikan perlindungan masa depan kepada mereka.

Salah satu yang menjadi permasalahan dalam sektor industri nasional adalah menurunnya produktivitas sehingga berakibat terhadap penurunan penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan data yang ada, kontribusi sektor industri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hanya mencapai 27, 9 persen pada tahun 2009, sedangkan untuk menjadi negara Industri harus mencapai 35 persen. Pertumbuhan industri manufaktur juga lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya didominasi oleh sektor keuangan dan konsumsi tidak berdampak terhadap peningkatan penyerapan tenaga kerja baru apalagi peningktan kesejahteraan tenaga kerja.

Hal yang menjadi keprihatinan besar buat kaum buruh saat ini juga adalah pemberlakukan CAFTA atau perdagangan bebas antara ASEAN dan China. China akan menjadi penguasa ekonomi global dengan menggeser dominasi Amerika Serikat dan Eropa dalam kurung 2 sampai 3 dekade ke depan. China mampu memproduksi barang-barang manufaktur dalam skala yang besar dengan harga yang lebih murah. Pemerintahan China melihat Indonesia sebagai target pangsa pasar mereka untuk menggenjot pertumbuhan ekonominya.

Sebagaimana diketahui defisit perdagangan antara Indonesia dan China meroket dari 1,3 miliar dolar AS pada tahun 2007 menjadi 9,2 miliar AS pada tahun 2008, atau meningkat lebih dari 600 persen. Selama Januari – Oktober 2009, defisit sudah mencapai 3,9 miliar dolar AS. Barang-barang China mengalir deras ke pasar domestik. Saat ini China telah menjadi sumber impor utama Indonesia, yakni 17,2 persen dari total non migas. Sebaliknya China hanya menyerap sebesar 8,7 persen dari keseluruhan ekspor non migas Indonesia. Artinya, penetrasi barang-barang China jauh lebih gencar ke pasar domestik kita dibandingkan sebaliknya. Yang menyedihkan lagi, sejumlah Industri manufaktur dalam negeri dikabarkan telah gulung tikar sebelum pemberlakuan CAFTA akibat tidak bisa bersaing dengan barang-barang China yang lebih kompetitif. CAFTA, jika tidak ditanggapi secara serius akan menjadi ancaman bagi industri nasional dan imbasnya juga akan sangat dirasakan oleh kaum buruh yang kebanyakan bekerja disektor industri tersebut.

Kesenjangan pendapatan antara tenaga kerja lokal dengan tenaga kerja asing juga menjadi potensi konflik yang setiap saat bisa meledak. Amuk massa buruh di Batam yang terjadi beberapa minggu yang lalu salah satu pemicunya adalah kesenjangan pendapatan dan kesejahteraan yang mereka terima. Mereka merasa tuan rumah di negeri ini namun diperlakukan secara tidak adil dibandingkan dengan pekerja asing. Perbedaan pendapatan ini nampak secara vulgar, terkadang perusahaan lokal maupun asing yang beroperasi di Indonesia lebih memprioritaskan para pekerja asing dibandingkan pekerja lokal. Pekerja lokal terpaksa tersingkirkan demi mementingkan pekerja asing. ini adalah fakta yang terjadi hari ini.

Oleh karena itu untuk membenahi dan meningkatkan kesejahteraan kaum buruh maka seharusnya memperbaiki undang-undang ketenagakerjaan, menghapuskan sistem outsoursing, menerapkan perlindungan kesejahteraan sosial secara menyeluruh terhadap warga negara, pemberlakuan upah minimum yang adil, dan mengurangi kesenjangan tingkat pendapatan antara pekerja lokal dengan pekerja asing. Hak seorang pekerja tidak boleh diremehkan karena ini menyangkut kehidupan dasar manusia, bahkan dalam sebuah hadist Rasulullah berkata “berikanlah hak (gaji) para pekerja sebelum keringatnya kering”. Wallahu’alam Bissawab

Gombak, 2 Mei 2010
Categories: Economic Issues
  1. No comments yet.
  1. No trackbacks yet.

Leave a comment